Pada umumnya penyandang tuna grahita itu terkendala dengan daya tangkap pikiran. Tapi munginkah seorang penyandang disabilitas tunagrahita bisa menembus perguruan tinggi?
Annisa, Pengamat Down Syndrome berhasil membuktikan.
Annisa menjelaskan bahwa tunagrahita merupakan salah satu jenis disabilitas intelektual. Istilah ini merujuk pada kondisi seseorang yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam berpikir, belajar, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Tunagrahita dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat kemampuan intelektual dan kemandiriannya, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Annisa sendiri merupakan seorang tunagrahita ringan. Tunagrahita ringan termasuk dalam kategori disolener, yaitu individu yang mengalami kelambatan dalam menangkap atau memahami informasi. Tunagrahita ringan memiliki rentang IQ berkisar antara 51–70. Kondisi ini ditandai dengan perkembangan intelektual yang lebih lambat dari rata-rata, namun tidak disebabkan oleh cacat fisik. Meskipun memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan berpikir dan belajar, individu dengan tunagrahita ringan tetap dapat dilatih untuk mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun pendidikan dengan dukungan yang tepat.
Sementara itu, tunagrahita berat memerlukan pengawasan yang sangat intensif dari orang tua maupun lingkungan sekitar. Tunagrahita berat memiliki rentang IQ antara 20–35. Individu dengan kondisi ini memiliki daya tangkap yang jauh lebih rendah, sehingga membutuhkan bantuan penuh dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Mereka memerlukan perhatian, kesabaran, serta pendampingan khusus untuk memastikan kebutuhan dasar dan kesejahteraannya tetap terpenuhi.
Annisa baru mengetahui bahwa dirinya merupakan penyandang disabilitas tunagrahita ringan saat berusia sembilan tahun, ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Setelah menjalani pemeriksaan medis, dokter menyatakan bahwa Annisa termasuk dalam kategori disabilitas intelektual.
Menurut Annisa, gejala tunagrahita biasanya ditandai dengan proses berpikir yang lebih lambat dibandingkan anak-anak seusianya. Ia mengakui bahwa dalam hal pelajaran, dirinya membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami materi.
Meski demikian, hal tersebut tidak menghalangi semangatnya untuk terus belajar dan berprestasi. Annisa berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma 1 (D1) jurusan Perhotelan di salah satu universitas swasta ternama di Jakarta. Tak hanya itu, ia juga pernah menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari sebuah partai politik di Provinsi DKI Jakarta.
Selain aktif di dunia pendidikan dan politik, Annisa juga pernah mendirikan usaha kopi sebagai bentuk kemandirian ekonomi. Ia bahkan turut mendirikan yayasan yang bergerak untuk mewadahi para penyandang disabilitas, dengan tujuan membantu mereka menjadi lebih mandiri dan percaya diri dalam menjalani kehidupan.
Jangan lewatkan kisah inspiratif Annisa, Pengamat Down Syndrome, di Inspirasi Damandiri!
Tonton ulang di YouTube: 103.4 DFM

